Minggu, 02 Desember 2012

Definisi Pengertian Etika Bisnis Menurut Para Ahli - Pada tulisan sebelumnya sudah dipublikasikan kepada Anda tentang Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli. Pada tulisan ini akan dipublikasikan kembali kepada Anda tentang defenisi pengertian Etika Bisnis Menurut Para Ahli. Artikel ini sendiri akan mencakup tentang contoh etika bisnis menurut para ahli dan juga pengertian moral menurut para ahli. Untuk melihat secara lengkap apa-apa saja Defenisi Pengertian Etika Bisnis Menurut Para Ahli, maka secara lengkap Anda akan disungguhi informasinya, dimana bisa Anda baca atau Anda saling secara lengkap seperti pemaparan yang akan disampaikan berikut dibawah ini: Definisi Pengertian Etika Bisnis Menurut Para Ahli Menurut Velasques (2002) Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Menurut Steade et al (1984: 701) Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis. Menurut Hill dan Jones (1998) Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Menurut Sim (2003) Etika adalah istilah filosofis yang berasal dari "etos," kata Yunani yang berarti karakter atau kustom. Definisi erat dengan kepemimpinan yang efektif dalam organisasi, dalam hal ini berkonotasi kode organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten dalam pelayanan kepada masyarakat. Demikianlah artikel etika bisnis menurut para ahli yang bisa kami sampaikan kepada Anda. Semoga informasi singkat tentang defenisi Etika Bisnis Menurut Para Ahli yang disampaikan diatas, kiranya dapat bermanfaat bagi Anda para pembaca. Prinsip-prinsip dalam Etika Bisnis Sebelum berbicara jauh mengenai prinsip-prinsip etis dalam bisnis dan untuk lebih memahami konsep dan pengertiannya, berikut ini adalah beberapa kasus pendekatan mengenai evaluasi moral antara lain : 1. Kasus Pengesahan Undang – Undang Apartheid Pertama Sistem Apartheid yang dikuasai oleh Partai Nasional khusus Kulit Putih melegalkan diskriminasi rasial pada seluruh aspek kehidupan. Sistem apartheid ini menghapuskan seluruh penduduk kulit hitam dari hak politik dan hak sipilnya seperti mereka tidak dapat memilih, tidak dapat jabatan politis yang penting, tidak dapat bergabung secaara kolektif, atau pun hak atas Undang-undang. Hal inilah yang mengakibatkan kulit hitam melakukan demontrasi berkali – kali melawan pemerintahan kulit putih Afrika Selatan. Aksi tersebut langsung ditanggapi oleh pemerintah Kulit Putih Afrika Selatan dengan pembunuhan, penangkapan di mana – mana serta represi. Termasuk ditangkapnya Nelson Mandela (anak pimpinan kulit hitam). 2. Kasus Pertentangan akan Kedudukan Perusahaan Caltex di Afrika Selatan. Hal ini dipicu adanya penentangan yang dilakukan para pemegang saham agar Caltex memutuskan hubungan dengan pemerintah Afrika Selatan dengan alasan bahwa orang kulit hitam tidak punya hak di wilayah kulit putih. Perdebatan tentang apakah Caltex perlu melanjutkan operasinya di Afrika Selatan ini merupakan perdebatan moral. Argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut mengacu pada pertimbangan moral, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis standar moral yaitu utilitarianisme, hak, keadilan, dan perhatian. Pertimbangan moral yang diajukan manajer Caltex antara lain jika perusahaan tetap melaksanakan operasi di Afrika Selatan maka kesejahteraan orang kulit hitam dan kulit putih akan meningkat, namun jika perusahaan pergi maka orang kulit hitamlah yang akan mengalami kerugian besar. Pernyataan inilah yang disebut dengan standar moralitas utilitarian yaitu prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar bila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar. Pernyataan manajer Caltex yang akan memberikan perhatian khusus bagi pekerja kulit hitam dan pertanggungjawaban akan kesejahteraaan mereka inilah yang disebut Etika memberi perhatian. Artinya etika yang menekankan pada usaha memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang sekitar. Sedangkan perjuangan dari seorang Nelson Mandela yang sangat berani inlah yang disebut dengan etika kebaikan. Hal ini dikarenakan jenis evaluasi yang didasarkan atas karakter moral seseorang atau kelompok.. Perspektif imparsial dari teori hak tidak meyatakan baywa Feuerstein kewajiban moral apa pun pada pegawainya setelah terjadi kebakaran tersebut. Keadilan impaesial tidak mewajibkan perusahaan untuk memberikan bantuan pada para pegawai pada saat mereka tidak bekerja ataupun pemiliki harus membangun kembali pabrik baru di tempat yang sama. Parsialitas dan Perhatian Kita memiliki kewajiban untuk memberikan perhaitian khusus pada individu-individu tertentu yang menjalin hubungan erat dengan kita, khususnya hubungan ketergantungan merupakan konsep utama dalam etika memberi perhatian. Penekanan dalam etika perhatian : Kita hidup dalam suatu rangkaian hubungan dan wajib serta mengembangkan hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain. Kita memberikan perhatian khusus kepada orang-orang yang menjalin hubungan baik dengan kita. Etika perhatian sangat terkait dengan etika komunitarian. Etika komunitarian adalah etika yang melihat komunits dan hubungan yang fundamental. Tiga bentuk perhatian : perhatian pada sesuatu adalah semacam perhatian atau kepentingan terhadap suatu gagasan atau di mana tidak ada orang kedua yang terlibat. Perhatian terhadap seseorang, dan perhatian dalam arti menjaga. Perhatian dalam arti menjaga merupakan yang dipersayaratkan dalam etika perhatian ini mrip seorang ibu yang menjaga anaknya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, tidak semua hubungan memilki nilai dan tidak semuanya menciptakan kewajiaba untuk memberi perhatian. Kedua bahwa perhatian kadang menimbulkan konflik. Moralitas dalam Konteks Internasional. Perusahaan multinasional sering beroperasi di negara-negara dengan tingkat perkembangan yang sangat berbeda. Sejumlah negara memilki sumnber daya teknis, sosial, ekonomi yang tinggi namun di sejumlah negara lain masih kurang. Yang paling mencolok praktik-praktik budaya di sejumlah negara mungkin sangat berbeda sehingga suatu tindakan kadang memilki arti berbeda dalam dua budaya. Maka sudah jelas bahwa kondisi lokal khususnya kondisi perkembangan setidaknya perlu dipertimbangkan saat memutuskan apakah suatu perusahaan perlu menerapkan standar dari negara yang lebih maju atau negara yang kurang maju. Sebagian besar menyatakan perusahaan multinasional haruslah mengikuti praktik-praktik lokal, bahwa mereka harus melakukan apa yang diinginkan pemerintah lokal, karena pemerintah tersebut adalah representatif dari warga lokal. Sementara peraturan pemerintah, tingkat perkembangan, dan pemahaman budaya lokal semuanya harus dipertimbangkan saat mengevaluasi etika kebijakan dari tindakan bisnis internasional.

CSR (Coorporite Social Responsibility)

CSR (Coorporite Social Responsibility) Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan program yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai wujud tanggungjawab dan kepedulian sosial. Namun demikian, perlu disadari bahwa CSR bukan semata program sosial yang menjadikan perusahaan sebagai sebuah “lembaga amal” ataupun “bagian dari departemen sosial milik pemerintah”. Mau tidak mau haruslah diakui bahwa CSR memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi sebagai program kepedulian sosial, sementara di sisi lain merupakan bagian dari perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan. Tantangan yang harus dijawab terkait hal tersebut adalah bagaimana membangun konsep CSR yang benar-benar efektif dalam menjalankan fungsi sosial, namun tidak melupakan tujuan perusahaan untuk mencari keuntungan. Selain itu, bagaimana membangun konsep CSR yang memiliki dampak positif terhadap peningkatan keuntungan perusahaan, namun bukan berarti semata mencari keuntungan melalui “kemasan” tanggungjawab dan kepedulian sosial. Perlu diketahui, tidak semua perusahaan memiliki program CSR. Bahkan tidak semua perusahaan memiliki divisi Public Relation (PR) atau divisi lain yang biasanya diberikan tugas khusus untuk mengurusi permasalahan CSR. Kalaupun ada perusahaan yang mengagendakan CSR, itu hanya dirangkap oleh divisi lain yang memiliki kedekatan fungsi dalam mencapai tujuan perusahaan untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan, misalnya divisi pemasaran (marketing). Alasan bagi perusahaan yang mengambil langkah ini, selain untuk efektifitas anggaran, perusahaan yang seperti ini biasanya memiliki orientasi yang terfokus kepada penjualan dan memperoleh keuntungan semata. Selain itu, ada juga diantara perusahaan tersebut yang hanya membuat program CSR sebagai langkah taktis untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Bagi perusahaan seperti ini, PR atau CSR dianggap sebagai divisi dan program yang sekadar “menghabiskan uang perusahaan” saja. Selain lemah secara tanggungjawab dan kepedulian sosial, mereka belum menyadari arti penting program jangka panjang untuk keberlangsungan dan peningkatan keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, mereka belum menyadari CSR sebagai sebuah program investasi jangka panjang perusahaan. Sementara itu terkait strategi sebuah perusahaan yang melakukan program CSR semata untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan, langkah seperti ini memang ada benarnya juga. Tidak sedikit program-program CSR yang dilakukan perusahaan memiliki dampak secara langsung karena memang sengaja diarahkan untuk mendongkrak penjualan dan peningkatan keuntungan perusahaan. Program CSR “dadakan” ini biasanya dilakukan dengan disertai publikasi yang diarahkan kepada menarik simpati publik sehingga terdorong untuk membeli produk. Selain itu, ada juga perusahaan yang menerapkan strategi keikutsertaan publik dalam program CSR dengan membeli produk tertentu. Namun demikian, langkah “instan” mengagendakan program CSR untuk meraup keuntungan seperti ini tidak akan memberikan dampak positif yang bertahan lama. Selain anggaran yang akan terus membengkak, pogram CSR yang memang tidak direncanakan untuk jangka panjang akan menjadikan menurunnya kualitas kinerja divisi yang dibebani pekerjaan yang bukan merupakan tugas utamanya. Persoalan lain yang akan muncul ketika perusahaan yang menjadi kompetitor menggunakan strategi tandingan yang hampir sama, sama, bahkan dengan teknik yang lebih mutakhir. Penghancuran karakater perusahaan di mata masyarakat dan para konsumen tentunya akan sangat berpengaruh kepada penjualan dan penghasilan perusahaan. Hal yang juga perlu diingat yaitu kondisi masyarakat dan konsumen saat ini yang sudah cerdas. Mereka dapat membedakan mana perusahaan yang benar-benar melakukan program CSR dan mana perusahaan yang melakukan program CSR hanya untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan semata. Tingkat kecerdasan masyarakat dan konsumen ini akan menentukan pilihan mereka untuk membeli sebuah produk yang dipasarkan oleh perusahaan. Selain itu, bagian ini juga yang biasanya dijadikan landasan strategi bagi pihak perusahaan kompetitor untuk menjatuhkan perusahaan saingannya. Untuk membangun program CSR yang benar-benar berguna bagi masyarakat dan memiliki dampak positif terhadap penjualan dan peningkatan keuntungan perusahaan, dibutuhkan pemberian program yang memiliki manfaat jangka panjang yang sekaligus dikelola dengan melibatkan masyarakat dan stake holder terkait lain secara berkesinambungan. Program CSR bermanfaat jangka panjang yang dimaksud yaitu program-program yang memiliki dampak positif untuk kemajuan masyarakat dan relasi antara masyarakat dengan perusahaan dalam jangka waktu yang panjang, bahkan kalau memungkinkan dapat menciptaan sebuah hubungan psikologis seumur hidup. Program ini dikelola dengan mengikutsertakan masyarakat dan mengedepankan kemandirian masyarakat untuk mengurusi keberlanjutan program tersebut. Peran yang diambil perusahaan, dalam hal ini divisi yang membidangi program CSR, sebaiknya berlaku sebagai “pendamping” masyarakat, yang menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat dan sebaliknya. Namun demikian, yang perlu diperhatikan dalam proses pengelolaan program CSR yang berbasis masyarakat ini adalah jangan sampai mencampuradukkan antara program CSR dengan program lain dari perusahaan untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan. “Internalisasi” produk perusahaan terhadap masyarakat atau komunitas yang menjadi target program CSR sebaiknya dibiarkan berlangsung secara alami. Dengan kata lain, akan lebih bijak dan akan sangat menguntungkan bagi perusahaan ketika masyarakat atau komunitas yag menjadi target program CSR nantinya akan menjadi PR bagi produk-produk maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan sangat diuntungkan dengan memiliki “tenaga” dan “sumber daya” yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat yang nota bene merupakan bagian dari target pemasaran produk-produk perusahaan.
TEORI ETIKA Pengertian Etika • Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat • Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral • Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi” Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya • Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. • Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun. • Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan • Norma agama berasal dari agama • Norma moral berasal dari suara batin. • Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika Fungsi Etika 1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. 2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. 3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme Etika dan Etiket Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette. Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu: a. etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket. b. Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan. Adapun perbedaan antara etika dengan etiket ialah: 1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu.Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. Etika tidakterbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. 2. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan. Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket dila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa. 3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti ;jangan berbohong;jangan mencuri merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar. 4. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam. Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia bersikap munafik maka dia tidak bersikap etis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika : 1. Kebutuhan Individu 2. Tidak Ada Pedoman 3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi 4. Lingkungan Yang Tidak Etis 5. Perilaku Dari Komunitas Sanksi Pelanggaran Etika : 1. Sanksi Sosial Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’ 2. Sanksi Hukum Skala besar, merugikan hak pihak lain. Jenis-jenis Etika 1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar 2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. • Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. • Etika sosial dibagi menjadi: o Sikap terhadap sesama; o Etika keluarga o Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi o Etika politik o Etika lingkungan hidupserta o Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas. TEORI ETIKA Teleology a. satu tindakan dianggap secara moral benar atau bisa diterima jika itu menghasilkan keinginan dari sebagian orang, yaitu kesenangan, pengetahuan, pertumbuhan karier, suatu kepentingan atau kegunaan diri. b. menaksir nilai moral dari suatu tingkah laku dengan memperhatikan akibat-akibatnya (consequentialism) Dua Pendekatan Teleology : 1. Egoisme: tingkah laku bisa diterima atau benar dengan maksimalkan kepentingan diri anda, terkait dengan akibat-akibat dan alternatif solusi yang dapat menyumbang; dan menambah manfaat kepada kepentingan diri sendiri 2. Utilitarianism: tingkah laku dianggap benar jika dapat bermanfaat kepada kepentingan publik. BEBERAPA SISTEM FILSAFAT MORAL 1. HEDONISME Doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan” (Hedone) 1. Aristipos dri Kyrene (433 – 355s.M): a. Yang sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan. b. Kesenangan itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain dari pada gerak dalam badan 2. Epikuros (341 – 270 s.M.) a. Kesenangan adalah tujuan hidup manusia. b. Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan. c. Kesenangan yang dimaksud bukanlah kesenangan inderawi, tetapi kebebasan dari rasa nyeri dalam tubuh kita dan kebebasan dari keresahan dalam jiwa Tinjauan Kritis a. Ada kebenaran yang mendalam pada hedonisme: Manusia menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan. Tetapi apakah manusia selalu mencari kesenangan? b. Hedonisme beranggapan bahwa kodrat manusia adalah mencari kesenangan sehingga kesenangan disetarakan dengan moralitas yang baik. Tetapi jika demikian, apakah ada jaminan bahwa kesenangan itu baik secara etis? c. Para hedonis berpikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi. Tetapi sesuatu belum tentu menjadi baik karena disenangi. d. Hedonisme mengatakan bahwa kewajiban moral saya adalah membuat sesuatu yang terbaik bagi diri saya sendiri. Karena itu ia mengandung paham egoisme karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja. 2. EUDEMONISME Aristoteles (384 – 322): a. Bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan. Tetapi apa itu kebahagiaan? b. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan. UTILITARIANISME a. Anggapan bahwa klasifikasi kejahatan harus didasarkan atas kesusahan atau penderitaan yang diakibatkannya terhadapterhadap para korban dan masyarakat. b. Menurut kodratnya manusia menghindari ketidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan tercapai jika manusia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. c. Karena menurut kodratnya tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan semua orang. d. Moralitas suatu tindakanharus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapau kebahagiaan umat manusia. (The greatest happiness of the greatest number)